Pgi ketika daun memulai hari



Kepada bidadari yang mana kemudian aku meminta bantuan ?
Selang, begitulah dunia berputar membawa seputaran waktu yang tidak pernah berbalik, sepertinya baru kemarin menyanyikan kebahagiaan karena aku bersama dalam satu pohon dengan ranting yang sangat kuat. Menapaki kembali jalan yang dulu pernah aku tinggalkan sejenak, melewati uluran ranting ini, tunas keyakinanku dimulai dengan kuatnya setiap asupan yang dia berikan agar aku tumbuh menjadi tunas yang kuat. Dahulu itu bersama dengan bakal-bakal yang menumpuki badanmu, aku memulai memelukmu dengan kuat, entah mengapa aku tidak mau melepaskanmu, bahkan sedikit yakin aku sudah tertancap di badanmu dan tak akan lepas kecuali patah.
Minggu- minggu lingkaran itu dimulai dengan kikuknya aku disandingkan dengan dahan –dahan lain di badanmu, “aku hanya tunas” pikirku kikuk dan malu. Ah, tapi itu hanya sejenak, pada akhirnya aliran mineral-mineral itu merangkulku satu badan dengan mu dan dahan lainnya. Subhanallah, luar biasa tuhan membiarkanku menggantung padamu. Seribu jutaan bahkan miliaran asupan, energi yang akhirnya menuju padaku, tidak apakah? Bagaimana dengan asupan yang engkau butuhkan? Aku sendiri sudah cukup menggantung padamu. Tidakkah berat karena kami menggantung padamu? Itu sering kupikirkan. Tapi bagaimana melihat senyummu seketika aku hanya butuh menjadi lebih baik. Ah, indahnya. Pohon ini pohon jimat, begitu katamu, kita hanya butuh menambah tunas membuat pohon ini menjadi kuat dan semakin rindang, menghasilkan buah yang manis dan segalanya bahkan hanya untuk Nya. Sembari terus meminta mineral dan energi darimu aku juga mencuri setiap ceritamu dan menuliskannya dibadanku sendiri.
Seperti tunas lain yang tumbuh, begitu pula aku mulai tumbuh dengan segala energi Nya yang engkau teruskan lewat pohon jimat ini. Daun – daun tumbuh, badanku semakin berat, namun asupan itu akhirnya dapat kubuat dengan daunku sendiri. Namun, kembali terlena dengan keangkuhan. Merasa memiliki dunia sendiri dan lupa bahwa ranting masih menjaga dengan sejuta senyum yang tidak pernah hilang sekalipun aku mulai jauh dengan keangkuhanku. Ketika aku kembali meminta energimu, engkau kembali bercerita. Kisah sebuah ranting yang tidak mau menopang badai yang menghantam pohon, hanya karena ia mulai senang dengan bunga yang ia hasilkan, tuhan murka, bahkan dahan dan ranting menghiraukannya selama 50 hari. Kemudian si ranting menyesal dan kembali bahagia dengan pohonnya. Aku sontak gentar dan tertampar, itukah aku? Apakah engkau juga akan menghukumku? Apakah engkau akan berhenti menyalurkan energimu? Apakah aku akan sendiri dengan semua beban daun-daun baru ini? Ah, nyatanya engkau hanya memelukku dan mengatakan untuk tetap kuat.
Bagaimana aku bisa bertahan tanpa pelukanmu? Aku tidak tahu, yang aku pikir aku ingin tetap di pohon jimat ini.
Pagi tadi, aku melihat pelukanmu pada pohon mulai lemah, dengan sekuat tenaga kemudian engkau menyuruhku berganti ranting. Bukannkah tidak semua cangkokan berhasil? Bukankah tidak semua okulasi berhasil? Kenapa engkau membiarkan aku berpindah ranting? Dengan air mata murni itu, engkau hanya berkata lirih, aku ingin kembali pada ibuku, pohon ku sendiri.
Tuhan memberikanmu dan kemudian memisahkanmu? Dengan begitu aku belajar kuat sendiri?
Namun, begitulah kemudian pertemuan di setting untuk perpisahan. Yakinlah bahwa segala settingan itu indah karena penyetingnya Begitu Indah, Dia yang bertahta Di Atas semua Langit dan Bumi.
Begitu cerita akhir yang kudengar dari dekapanmu yang layu. Baiklah, aku mengerti. Aku akan berjanji untuk menjadi indah dengan ranting yang baru. J
Ana ukhibuki fillah J

Dia adalah bidadariku,
bidadari yang menggunakan ransel hitam,
berkacamata lensa bening,
dengan air muka yang tegas dan dekapan yang manis.
Dia adalah bidadariku,
bidadari yang berkalam berkah,
ceritanya bahkan menggugah,
Aku pasti rindu, kata semangat itu
J
Oemy21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Depend on yourself!

Surat untuk saudaraku 2012

Model Desain Pembelajaran