mine
Cinta
dari Sebuah Foto
Aku
ditemani malam dengan segenap gelap dan dingin yang menusuk . Sendu seperti
taman yang kehilangan bunga atau langit yang ditinggalkan bintang. Semarak orong-orong melolong entah apa yang
sedang mereka usahakan. Tetap saja, Sunyi.
Bibirku masih tersungging simpul
mengamati sebuah foto yang kini berpindah di tanganku. Wajahnya begitu memukau,
senyumnya simpul, perfect. Terbayang hangat ketika aku memikirkan bersama dia.
Sekedar duduk berdua saling menhangatkan.
“ Wah, indahnya”
decakku dalam hati
****
****
“
Lili, kamu ngapain di kamar dari tadi dipanggil gak nyahut, kamu mau jadi apa
telinganya gak di pake” Teriak mama membuat lamunan sederhanaku buyar
“ Iya, Ma. Sebentar, lili lagi beresin buku.” Jawabku sembari berkemas
“ Iya, Ma. Sebentar, lili lagi beresin buku.” Jawabku sembari berkemas
“Yu,
jangan kasar sama lili, dia kan masih kecil. Dia juga udah baik mau bantu kerja
setiap hari, kasihan loh Yu.” Suara bibi ku terdengar sedikit rusuh oleh derap
lariku yang semakin cepat.
Aku anak dari ayah luar
biasa dan Ibu yang lebih luar biasa. Kami keluarga pedagang tahu. Mama penjaja
dan bapak memproduksi tahu dibantu oleh bibi dan pamanku. Hari-hari remaja
permulaanku terganggu total karena status keluargaku sebagai pedagang tahu.
Setiap pulang sekolah, aku harus membantu mama dan bapak menyelesaikan tumpukan tahu yang sedang diolah. Aku terbiasa dengan semua pekerjaan di segala bidang produksi tahu ini. Dari mulai penggilingan kedelai, merebus pati kedelai, menggumpalkan air tahu sampai merebus kembali Tahu yang sudah terbentuk kotak-kotak. Semua mengasyikkan kecuali di bagian ketika mama ngomel gak jelas apa permasalahan yang terjadi. Semua hal yang cacat sedikit akan jadi permasalahan besar. Bayangkan, aku hanya tidak sengaja membuat bunyi ketika mencuci piring dan akan terjadi seperti ini.
Setiap pulang sekolah, aku harus membantu mama dan bapak menyelesaikan tumpukan tahu yang sedang diolah. Aku terbiasa dengan semua pekerjaan di segala bidang produksi tahu ini. Dari mulai penggilingan kedelai, merebus pati kedelai, menggumpalkan air tahu sampai merebus kembali Tahu yang sudah terbentuk kotak-kotak. Semua mengasyikkan kecuali di bagian ketika mama ngomel gak jelas apa permasalahan yang terjadi. Semua hal yang cacat sedikit akan jadi permasalahan besar. Bayangkan, aku hanya tidak sengaja membuat bunyi ketika mencuci piring dan akan terjadi seperti ini.
“ Lili, kebiasaan kamu
ya, perempuan itu harus lembut, cuci piring aja kamu marah-marah.”
“ Gak, Ma. Lili Cuma gak sengaja.”
“ melawan nasihat mama kamu ya, udah mama bilangin setiap hari kalau nasihat mama itu jangan kamu bantah, kamu harus bersyukur masih mama nasihatin, kalau mama udah gak ada baru kamu nyesel”
“ Gak, Ma. Lili Cuma gak sengaja.”
“ melawan nasihat mama kamu ya, udah mama bilangin setiap hari kalau nasihat mama itu jangan kamu bantah, kamu harus bersyukur masih mama nasihatin, kalau mama udah gak ada baru kamu nyesel”
Hmm, begitu seterusnya
pengulangan itu terjadi. Aku hanya bisa diam dan kembali bekerja.
“Mama,
please ngertiin Lili” isakku dalam hati
Pagi
yang sejuk dengan siluet cahaya matahari yang mulai menerobos, mengajak
tanganku membuka selimut tebal yang masih rapi menutupi tubuhku. Ah, adzan
sudah berkumandang. Aku masih terduduk membayangkan mimpiku. Dia mengusap
kepalaku, mengajakku ngobrol dan tertawa melewati taman yang indah. Dia tidak
memperdulikan setiap orang yang lewat, hanya terpaku padaku. Astaghfirullah,
aku harus segera shalat. Dia pasti marah jika aku lalai. Ya Tuhan, khayalan itu
seperti nyata.
****
Aku
menapaki jalanan sekolahku yang masih ramai, menunggu bapak menjemputku. Aku
seorang siswi Smp. Teman-teman yang lain sudah dijemput. Dari kejauhan si bimo( motor kami yang berwarna biru dan hobi
sekali mogok) sudah terlihat. Adik laki-laki yang tak kuharapkan, awalnya, tapi
siapa sangka dia lah satu-satunya yang sangat aku sayang setelah mama dan bapak
sekarang bertengger duduk di depan bapak, sambil tertawa riang dari kejauhan
dia sudah memanggilku.
“ Yayu....”
“Hmm, dasar jelek, aku tidak akan membiarkan dia terus bermanja- manja dengan mama atau bapak tanpa aku” gerutuku dalam hati
“Hmm, dasar jelek, aku tidak akan membiarkan dia terus bermanja- manja dengan mama atau bapak tanpa aku” gerutuku dalam hati
Sampai
rumah mama baru pulang berjualan, ember yang tadinya penuh oleh tahu, sekarang penuh dengan jajanan dan
kebutuhan dapur. Wajahnya sedang bersahabat kali ini, pasti usahanya lancar
hari ini. Kami bergelayut di antara kemesraan mama dan bapak yang sedang
beristirahat di depan rumah. Mereka selalu begitu tidak malu menunjukkan bahwa
mereka saling mencintai. Dan aku akan hadir sebagai perusak kemesraan itu. Ha Ha
Ha
“ Bapak yayu, bapak
yang paling sayang sama yayu” Kataku sambil mengulurkan lidah di depan muka
kecil adikku
“ Biarin, fafa punya mama, Mama Cuma sayang sama Fafa.” Adikku tidak mau kalah mengejekku dengan memeluk mama erat-erat.
“ Lili, udah besar masih ngeledekin adiknya loh, gak malu” sergah Bapak sederhana
“ Iya, kalian itu cuma berdua jangan berantem terus.” Mama menasehati singkat
“ Biarin, fafa punya mama, Mama Cuma sayang sama Fafa.” Adikku tidak mau kalah mengejekku dengan memeluk mama erat-erat.
“ Lili, udah besar masih ngeledekin adiknya loh, gak malu” sergah Bapak sederhana
“ Iya, kalian itu cuma berdua jangan berantem terus.” Mama menasehati singkat
Aku
hanya tersenyum, dan meneruskan ejekan-ejekan lainnya pada Fafa. Padahal
selisih umur kami 10 tahun. Hal- hal seperti di atas terdengar sangat memalukan
bukan.
*****
Aku
memandanginya tidur di pembaringannya, terlihat tenang. Aku juga ingin menemaninya.
Tapi apalah daya, bukan saatnya. Aku masih harus menjadi wanita hebat dan
menyelesaikan tugas. Aku selalu berdoa agar Allah menyampaikan salamku untuk
dia.
******
Aku
kembali pada rutinitas pulang sekolah yang melelahkan. Bahkan ketika aku makan,
aku sering menangis. Mama tidak berhenti ngomel tentang hal- hal kecil yang
terjadi. Aku tidak pernah berani berbicara apapun ketika mama sedang ngomel
seperti itu. Bahagia dan kembali seperti ini lagi. Begitulah keluarga kami.
“ Lili, buatin adik kamu mie dulu.” Suruh mama
“ Iya, Ma. Bentar dulu ya ma. Lili masih ngerjain pr sebentar.” Jawabku sambil meneruskan mengerjakan pR yang aku sengaja menyelinapkan nya di sesi bantu- bantu kerja mama dan Bapak.
“ Kamu ini ya, gak sayang kamu sama Fafa ya, kamu ini Cuma mama suruh buat mie, nanti kan bisa kamu lanjutin buat pr nya.” Sergah Mama
Aku melaksanakan perintahnya, sambil menangis tentunya. Bagaimana bisa dia mengira aku tidak sayang Fafa. Padahal Fafa adalah adik yang paling aku cintai. Aku pergi ke kamar sambil menangis dan mengadukan segalanya di buku diary hadiah dari sahabatku saat aku ulang tahun. Diaryku sampai basah karna aku tidak berhenti menangis. Pikiran burukku muncul terus menerus tentang Mama. Segalanya terpikirkan yang buruk.
“ Apa mama masih sayang sama Lili? “
***
Tergerak
aku menulis sedikit catatan mengenai dunia yang sedikit membuyarkan pikiran
tentang akhirat ini. Memutar sedikit kenangan yang bagiku itulah duniaku.
Memaksakan kelopak mata menampung setiap air mata agar tidak jatuh terbuyar dan
jatuh sebagai ketidak ikhlasan. Bagaimana menceritakan dia yang terlalu indah
dalam hidupku. Terkadang aku malu, karena ternya kata-kataku terlalu buruk disandingkan
dengan keindahannya.
Pagi
yang lalu ketika aku dengan gembira menemuinya yang akan menjajakan
dagangannya, matanya serasa buyar dan tidak mampu memandangku, dia sedikit
bercerita tentang sulitnya hidupnya. Aku sedikit kecewa, pagi itu tidak
panjang.
Aku
letakkan kembali foto indah itu di mading kamarku, sebagai motivasi bahwa dia
selalu mencintaiku, bahkan ketika akhir menjemputnya. ya, senyumnya yang indah wajahnya yang sendu
tidak dapat lagi aku lihat, hanya pembaringannya yang dapat aku pandangi tanpa
bisa menyelimutinya. Aku sedang menceritakan manusia indah yang sudah menulis
pesan hidup dan pergi kembali. Dia Mama.
Ketika
dia marah, aku baru sadar dia khawatir. Ketika dia berusaha tersenyum, aku baru
sadar betapa dia mencintaiku lebih dari apapun. Bagaimana bisa aku baru
menyadarinya? Bahkan ketika hendak pergi, ia menyalurkan kekuatan hidupnya
untukku lewat senyum terakhir. Dia yang bergerak nyata di duniaku. Dia adalah
superhero dalam hidupku.
Beginilah
caraku menulis catatannya. Anggap saja indah,
“Aku akan tetap menjadikan Mama pecutan ketika aku lemah”
“Aku akan tetap menjadikan Mama pecutan ketika aku lemah”
Komentar
Posting Komentar