Puisi #2



Negeri Pelangi
Bendera yang warna apa?
Gambar yang bentuk apa?
Ah, sudah waktunya berpesta!
Bendera- bendera berwarna yang melewati anak-anak tanpa seragam.
Tiang-tiangnya menjadi tempat untuk sekedar rehat.
Terkadang, mereka sedikit mengutuk
“Bagaimana nasibku ini,Tuan?”
“Pagi ini aku masih tidak beseragam.”
Gambar-gambar beragam.
Segitiga,segiempat,hewan,tumbuhan,tanaman, bulan, planet, atau bintang.
Ketuhanan? Kemanusiaan? Keadilan? Atau Kesejahteraan?
Lalu menelusuri ibu-ibu renta dengan gerobak sampah ditangannya
sambil melirik mereka mengiba “Aku masih berselimut susah”
Menengok buruh-buruh dengan kapal tebal ditangan mereka, sambil mengusap peluh
mereka mendongak “Tanganku masih diabaikan”
Sejalan dengan petani, peternak, penggembala, pelaut,
“Hai, mana Alam kami?” teriak mereka lusuh.

Ah, bagaimana jika kita menonton sedikit berita kehidupan?
Pembunuhan berdarah.Perampokan. Penculikan.
Bagaimana ? Bagaimana dengan?
Pembunuhan tanpa darah? Perampokan tanpa senjata? Penculikan tanpa topeng hitam?
Korupsi. Penggelapan Dana. Nepotisme.
Rasa, simpati, empati.
Nyanyian pulau kelapa menjadi muram. Tanah air beta. Tanah siapa?
Garuda Pancasila menjadi gambar yang hanya menjadi saksi
Saksi mereka yang tidur di atas kursi rakyat. Saksi perumusan undang-undang tak merakyat.
Saksi konspirasi dan koalisi nista.

Wah, waktunya sudah habis, kampanye rakyat sudah berakhir.
Tapi, aku tidak melihatnya di TV. Aku tidak mendengarnya di Radio. Janji dan deklamasi. Saja.
Negeri Pelangi memang indah. Demokratis dan Luruh.
Lain kali aku ingin melihat Negeri Pelangi.

Ah, sudah diputuskan.
Kini, tersisa sampah-sampah pesta.
Semakin menumpuk.
Pekanbaru, 30 April 2014





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Depend on yourself!

Surat untuk saudaraku 2012

Model Desain Pembelajaran