Model Desain Pembelajaran
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap individu memiliki kemampuan yang
terbaik bagi dirinya, dan kemampuan tersebut akan berkembang secara optimal
jika diberi kesempatan. Peran pendidik sebagai fasilitator dan motivator dalam
proses pengembangan kemampuan peserta didk, Melihat kemampuan masing-masing
individu peserta didik memiliki kemampuan yang bervariatif, maka dalam menyusun
desain system pembelajaran hendaknya diawali dengan analisis kondisi dan
kemampuan awal peserta didik dan faktor pendukung lainnya. Hal ini dimaksudkan
agar disain system pembelajaran yang disusun efektif, efisien dan produktif.
Pembelajaran
yang efektif menekankan pentingnya belajar sebagai suatu proses personal, di
mana setiap siswa membangun pengetahuan dan pengalaman personalnya (Marzano,
1992). Pengetahuan dan pengalaman personal dibangun oleh setiap siswa melalui
interaksi dengan lingkungannya. Siswa sendirilah mengkonstruksi makna tentang
hal yang dipelajarinya (Brooks & Brooks, 1993). Dalam hal ini pembelajaran
harus mampu mengorientasikan siswa untuk dapat memainkan peranannya dalam
kehidupan yang akan datang dengan kemampuan, pengetahuan, sikap dan berbagai
keterampilan yang telah diberikan lebih bermakna.
1.2 Rumusan Masalah
Apa saja model desain
pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran kimia ?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Untuk mengetahui tipe model
desain pembelajaran yang dikemukakan oleh para ahli dan aplikasinya dalam
pembelajaran kimia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Desain Pembelajaran
Desain
pembelajaran adalah pengembangan secara sistematis dari spesifikasi
pembelajaran dengan menggunakan teori belajar dan pembelajaran untuk menjamin
kualitas pembelajaran. Proses perancangan dan pengembangan ini meliputi segala
proses analisis kebutuhan pembelajaran, tujuan dan pengembangan sistem untuk
mencapai tujuan,. pengembangan bahan dan aktivitas pembelajaran, uji coba dan
evaluasi dari seluruh pembelajaran dan aktivitas peserta didik. Desain
pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai berikut: instructional design
is the practice of maximizing the effectiveness, efficiency and appeal of
instruction and other learning experiences. The process consists broadly of
determining the current state and needs of the learner, defining the end goal
of instruction, and creating some "intervention" to assist in the
transition. (en.wikipedia.org/wiki/Instructional_design) (Desain
pembelajaran merupakan kegiatan memaksimalkan keefektifan, efisiensi dan hasil
pembelajaran dan pengalaman pembelajaran lainnya. Kegiatan tersebut meliputi
penentuan keadaan awal, kebutuhan peserta didik, menentukan tujuan akhir dan
menciptakan beberapa perlakuan untuk membantu dalam masa transisi tersebut. Di
bagian lain dijelaskan desain pembelajaran adalah pengembangan pengajaran secara
sistematik yang digunakan secara khusus teori-teori pembelajaran untuk menjamin
kualitas pembelajaran. Gagne (1985) menyatakan bahwa desain pembelajaran
disusun untuk membantu proses belajar peserta didik, proses belajar tersebut
memiliki tahapan saat ini dan tahapan jangka panjang. Shambaugh dalam (Wina
Sanjaya, 2009 : 67) menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai berikut. An
intellectual process to help teachers systematically learners needs and
construct structures possibilities to responsively addres those needs) (Sebuah
proses intelektual untuk membantu pendidik menganalisis kebutuhan peserta didik
dan membangun berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan tersebut). Pendapat
yang lebih spesifik dikemukakan oleh Gentry (1985: 67), bahwa desain
pembelajaran berkenaan dengan proses menentukan tujuan pembelajaran, strategi
dan teknik untuk mencapai tujuan serta merancang media yang dapat digunakan
untuk keefektifan pencapaian tujuan.
Dari beberapa pengertian di atas,
dapat dirumuskan bahwa desain pembelajaran adalah pengembangan pembelajaran
secara sistematis untuk memaksimalkan keefektifan dan efisiensi pembelajaran.
Kegiatan mendesain pembelajaran diawali dengan menganalisis kebutuhan peserta
didik, menentukan tujuan pembelajaran, mengembangkan bahan dan aktivitas
pembelajaran, yang di dalamnya mencakup penentuan sumber belajar, strategi
pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran, media pembelajaran dan penilaian
(evaluasi) untuk mengukur tingkat keberhasilan pembelajaran. Hasil evaluasi tersebut
digunakan sebagai acuan untuk mengetahui tingkat efektivitas, efisiensi dan
produktivitas proses pembelajaran.
2.2
Model- Model Desain Pembelajaran
Model
desain sistem pembelajaran berperan sebagai alat konseptual, pengelolaan,
komunikasi untuk menganalisis, merancang, menciptakan, mengevaluasi program
pembelajaran, dan program pelatihan. Pada umumnya, setiap desain sistem
pembelajaran memiliki keunikan dan perbedaan dalam langkah-langkah dan prosedur
yang digunakan. Perbedaan juga kerap terdapat pada istilah-istilah yang
digunakan. Namun demikian, model-model desain tersebut memiliki dasar prinsip
yang sama dalam upaya merancang program pembelajaran yang berkualitas. Dalam
desain pembelajaran dikenal beberapa model yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa
contoh dari model desain pembelajaran diuraikan secara lebih jelas berikut ini:
1. Model
Desain Pembelajaran Dick and Carrey
Perancangan pembelajaran menurut pendekatan sistem
model yang dikembangkan oleh Walter Dick dan Lou Carey ada kemiripan dengan model
Kemp. Hanya saja model Kemp dapat dilakukan tidak secara berurutan. Di samping
itu, model Dick dan Carey memiliki komponen melaksanakan analisis pembelajaran
yang akan dilewati pada proses pengembangan dan perencanaan tersebut.
Gambar 1 model
pengembangan oleh Dick dan Carey.
Langkah-langkah
model Dick dan Carey sebagaimana gambar di atas, dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Identifikasi kebutuhan dan menentukan tujuan umum, ini merupakan tahap awal,
yaitu menentukan kebutuhan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukannya
ketika mereka telah menyelesaikan program pembelajaran serta menentukan tujuan
umum yang akan dicapai.
2.
Melakukan analisis instruksional, yakni menentukan kemampuan apa saja yang
terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan menganalisa topik
atau materi yang akan dipelajari.
3.
Mengidentifikasi tingkah laku awal dan karakteristik siswa, ketika melakukan
analisis terhadap keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan atau
dibelajarkan dan tahapan prosedur yang perlu dilewati, juga dipertimbangkan
keterampilan awal yang telah dimiliki siswa.
4.
Merumuskan tujuan kinerja atau tujuan pembelajaran khusus. Berdasarkan analisis
instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa kemudian
dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan siswa setelah
menyelesaikan pembelajaran.
5.
Pengembangan tes acuan patokan. Pengembangan tes acuan patokan didasarkan pada
tujuan yang telah dirumuskan.
6.
Pengembangan strategi pembelajaran. Informasi dari lima tahap sebelumnya,
dilakukan pengembangan strategi pembelajaran untuk mencapai tujuan akhir.
7.
Pengembangan atau memilih materi pembelajaran. Tahap ini akan digunakan untuk
memilih atau mengembangkan materi pembelajaran termasuk petunjuk pembelajaran
untuk siswa, materi, tes dan panduan guru.
8.
Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif. Evaluasi formatif dilakukan untuk
mengumpulkan data, mengidentifikasi data, mengolah data, dan menganalisis data
tentang program yang dikembangkan. Hasilnya untuk mendeskripsikan apakah
program yang dikembangkan sudah baik atau belum. Jika belum harus direvisi dan
jika sudah harus dipertahankan.
9.
Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif. Tahap ini merupakan tahap lanjutan
untuk melihat kebergunaan program setelah diterapkan di lapangan.
10.
Revisi pembelajaran. Tahap ini mengulangi siklus pengembangan perangkat sistem
pembelajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah dilakukan pada tahap
sebelumnya dianalisis serta diinterpretasikan.
Dick dan Carey (2009) memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem
dan menganggap pembelajaran adalah proses yang sitematis. Pada kenyataannya
cara kerja yang sistematis inilah dinyatakan sebagai model pendekaan sistem.
Dipertegas oleh Dickdan Carey (2009), bahwa pendekatan sistem selalu mengacu
kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran (Instructional Systems
Development /ISD). Jika berbicara masalah desain, maka masuk ke dalam proses,
dan jika menggunakan istilah instructional design (ID) mengacu kepada
instructional system development (ISD) yaitu tahapan analisis, desain,
pengembangan, implementasi, dan evaluasi.
Komponen model Dick dan Carey meliputi; pembelajar, pebelajar, materi,
dan lingkungan. Demikian pula di lingkungan pendidikan nonformal meliputi;
warga belajar (pebelajar), tutor (pembelajar), materi, dan lingkungan
pembelajaran (Ditjen PMPTK PNF, 2006). Semua berinteraksi dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bila melihat komponen
bekerja dengan memuaskan atau tidak maka perlu mengembangkan format evaluasi
(Dick dan Carey, 2001). Jika dari hasil evaluasi menunjukkan unjuk kerja
pebelajar tidak memuaskan maka komponen tersebut direvisi untuk mencapai
kriteria efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Komponen model Dick dan Carey dipengaruhi oleh Condition of Learning
hasil penelitian Robert Gagne yang dipublikasikan pertama kali pada tahun 1965.
Condition of learning ini berdasarkan asumsi psikologi behavioral, psikologi
cognitive, dan konstruktivisme yang diterapkan secara eklektic (Dick dan Carey,
2001). Tiga proyek utama yang dihasilkan oleh Gagne (Bostock, 1996) yaitu 1)
peristiwa pembeajaran (instructional events); 2) jenis-jenis hasil belajar
(types of learning outcomes); dan 3) kondisi internal dan eksternal (internal
conditions and external conditions). Ketiganya merupakan masukan yang penting
dalam memulai kegiatan desain pembelajaran.
Pada umumnya, tahap pertama dalam desain pembelajaran adalah analisis
untuk mengetahui kebutuhan dalam pembelajaran, dan mengidentifikasi
masalah-masalah apa yang akan dipecahkan. Model Dick dan Carey menerapkan
tahapan ini, dengan demikian pengembangan yang dilakukan berbasis kebutuhan dan
pemecahan masalah. Produk yang direkomendasikan dalam model ini yaitu sebuah
produk yang dapat digunakan untuk belajar mandiri (Nasution, 1995; Dick, Carey,
dan Carey, 2001; Heinich, Molenda, Russel, & Smadino, 2002). Model ini juga
memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena menetapkan strategi
dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang
berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan
sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale & Swain
(1980) memungkinkan pebelajar bahasa (sebagaimana dinyatkan oleh Sadtono, 1987)
dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif.
Model pembelajaran Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah
sangat jelas maksud dan tujuannya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok
sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada
model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak teputus
antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, sistem yang
terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari
satu urutan ke urutan berikutnya.
Penggunaan
model Dick and Carey dalam pengembangan desain sistem suatu mata pelajaran
dimaksudkan agar sebagai berikut:
1. Pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran.
2. Adanya pertautan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki.
3. Menerangkan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.
Model desain sistem pembelajaran yang dikemukakan oleh Dick dan Carey telah lama digunakan untuk menciptakan program pembelajaran yang efektif, efisien, dan menarik. Model yang dikembangkan didasarkan pada penggunaan pendekatan sistem atau system approach terhadap komponen-komponen dasar dari desain sistem pembelajaran yang meliputi analisis, desain, pengembangan, implementasi, dan evaluasi. Model ini terdiri atas beberapa komponen dan subkomponen yang perlu dilakukan untuk membuat rancangan aktivitas yang lebih besar. Pengembangan model desain sistem pembelajara ini tidak hanya diperoleh dari teori dan hasil penelitian, tetapi juga dari pengalaman praktis yang diperoleh dilapangan. Implementasi model desain sistem pembelajaran ini memerlukan proses yang sistematis dan menyeluruh. Hal ini diperlukan untuk dapat menciptakan desain sistem pembelajaran yang mampu digunakan secara optimal dalam mengatasi masalah-masalah pembelajaran.
Karakteristik
Model Dick and Carey
Model Dick and Carey mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Dalam penerapan model ini, setiap komponen bersifat penting dan tidak boleh ada yang dilewati.
2. Penggunaan model ini mungkin akan menghalangi kreativitas perancang pembelajaran yang sudah profesional.
3. Model Dick and Carey menyediakan pendekatan sistematis terhadap kurikulum dan program design. Ketegasan model ini susah untuk diadaptasikan ke tim dengan banyak anggota dan beberapa sumber yang berbeda.
4. Cocok diterapkan untuk e-learning skala kecil, misalnya dalam bentuk unit, modul, atau lesson.
Kelebihan
dan Kekurangan Model Dick and Carey
Kelebihan dari Dick and Carey Model sebagai berikut:
1. Setiap langkah jelas, sehingga dapat diikuti.
2. Teratur, efektif dan efisien dalam pelaksanaan.
3. Merupakan model atau perencanaan pembelajaran yang terperinci, sehingga mudah diikuti.
4. Adanya revisi pada analisis pembelajaran, di mana hal tersebut merupakan hal yang sangat baik, karena apabila terjadi kesalahan maka segera dapat dilakukan perubahan pada analisis instruksional tersebut, sebelum kesalahan didalamnya ikut mempengaruhi kesalahan pada komponen setelahnya.
5. Model Dick dan Carey sangat lengkap komponennya, hampir mencakup semua yang dibutuhkan dalam suatu perencanaan pembelajaran.
Sedangkan kekurangan dari Dick and Carey Model sebagai berikut:
1. Kaku, karena setiap langkah telah di tentukan.
2. Tidak cocok diterapkan dalam elearning skala besar.
2. Model
Desain Pembelajaran Kemp
Menurut
Morisson, Ross, dan Kemp (2004), model desain sistem pembelajaran ini akan
membantu pendidik sebagai perancang program atau kegiatan pembelajaran dalam
memahami kerangka teori dengan lebih baik dan menerapakan teori tersebut untuk
menciptakan aktivitas pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. Desain
pembelajaran model Kemp dapat dijelaskan dengan sebuah bagan berikut:
Gambar 2 Model Desain Pembelajaran Kemp
(Morrison, Ross & Kemp 2004
:29)
Secara singkat,
menurut model ini terdapat beberapa langkah, yaitu:
a) Menentukan
tujuan dan daftar topik, menetapkan tujuan umum untuk pembelajaran tiap
topiknya;
b) Menganalisis
karakteristik peserta didik, untuk siapa pembelajaran tersebut didesain;
c) Menetapkan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan syarat dampaknya dapat dijadikan
tolok ukur perilaku peserta didik;
d) Menentukan
isi materi pelajar yang dapat mendukung tiap tujuan;
e) Pengembangan
penilaian awal untuk menentukan latar belakang peserta didik dan pemberian
level pengetahuan terhadap suatu topik;
f) Memilih
aktivitas dan sumber pembelajaran yang menyenangkan atau menentukan strategi
pembelajaran, jadi peserta didik akan mudah menyelesaikan tujuan yang
diharapkan;
g) Mengkoordinasi
dukungan pelayanan atau sarana penunjang yang meliputi personalia,
fasilitas-fasilitas, perlengkapan, dan jadwal untuk melaksanakan rencana
pembelajaran;
h)
Mengevaluasi pembelajaran peserta didik dengan syarat mereka menyelesaikan
pembelajaran serta melihat kesalahan-kesalahan dan peninjauan kembali beberapa
fase dari perencanaan yang membutuhkan perbaikan yang terus menerus, evaluasi
yang dilakukan berupa evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
3.
Model Desain Pembelajaran ADDIE
Ada
satu model desain pembelajaran yang lebih sifatnya lebih generik yaitu model
ADDIE (Analysis-Design-Develop-Implement-Evaluate). ADDIE muncul pada
tahun 1990-an yang dikembangkan oleh Reiser dan Mollenda. Salah satu fungsinya
ADDIE yaitu menjadi pedoman dalam membangun perangkat dan infrastruktur program
pelatihan yang efektif, dinamis dan mendukung kinerja pelatihan itu sendiri.
Model
ini menggunakan lima tahap pengembangan yakni: a) Analysis (analisa), b)
Design (disain/perancangan), c) Development (pengembangan), d) Implementation
(implementasi/eksekusi), e) Evaluation (evaluasi/umpan balik).
Masing-masing langkah dideskripsikan sebagai berikut:
Langkah
1: Analisis
Tahap
analisis merupakan suatu proses mendefinisikan apa yang akan dipelajari oleh
peserta didik, yaitu melakukan needs assessment (analisis kebutuhan),
mengidentifikasi masalah (kebutuhan), dan melakukan analisis tugas (task
analysis). Oleh karena itu, output yang akan dihasilkan adalah berupa
karakteristik atau profil calon peserta didik, identifikasi kesenjangan,
identifikasi kebutuhan dan analisis tugas yang rinci didasarkan atas kebutuhan.
Langkah
2: Desain
Tahap
ini dikenal juga dengan istilah membuat rancangan (blueprint). Ibarat
bangunan, maka sebelum dibangun gambar rancang bangun (blue-print) di
atas kertas harus ada terlebih dahulu. Pada tahap desain ini diperlukan:
pertama merumuskan tujuan pembelajaran yang SMART (spesific, measurable,
applicable, realistic, dan Times ). Selanjutnya menyusun tes yang
didasarkan pada tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan tadi. Kemudian
menentukan strategi pembelajaran yang tepat harusnya seperti apa untuk mencapai
tujuan tersebut. Dalam hal ini ada banyak pilihan kombinasi metode dan media
yang dapat dipilih dan tentukan yang paling relevan. Di samping itu, perlu
dipertimbangkan pula sumber-sumber pendukung lain, semisal sumber belajar yang
relevan, lingkungan belajar yang seperti apa seharusnya, dan lain-lain. Semua
itu tertuang dalam suatu dokumen bernama blue-print yang jelas dan
rinci.
Langkah
3: Pengembangan
Pengembangan
adalah proses mewujudkan blue-print atau desain yang dibuat menjadi
kenyataan. Artinya, jika dalam desain diperlukan suatu software berupa
multimedia pembelajaran, maka multimedia tersebut harus dikembangkan, misal
diperlukan modul cetak, maka modul tersebut perlu dikembangkan. Begitu pula
halnya dengan lingkungan belajar lain yang akan mendukung proses pembelajaran
semuanya harus disiapkan dalam tahap ini. Satu langkah penting dalam tahap
pengembangan adalah uji coba sebelum diimplementasikan. Tahap uji coba ini
memang merupakan bagian dari salah satu langkah ADDIE, yaitu evaluasi. Lebih
tepatnya evaluasi formatif, karena hasilnya digunakan untuk memperbaiki sistem
pembelajaran yang sedang dikembangkan.
Langkah
4: Implementasi
Implementasi
adalah langkah nyata untuk menerapkan sistem pembelajaran yang dibuat. Artinya,
pada tahap ini semua yang telah dikembangkan dipersiapkan sesuai dengan peran
atau fungsinya agar bisa diimplementasikan. Misal, jika memerlukan software tertentu
maka software tersebut harus sudah diinstall. Jika penataan lingkungan
harus tertentu, maka lingkungan atau setting tertentu tersebut juga harus
ditata. Barulah diimplementasikan sesuai skenario atau desain awal.
Langkah 5:
Evaluasi
Evaluasi
adalah proses untuk melihat apakah sistem pembelajaran yang sedang dibangun
berhasil, sesuai dengan harapan awal atau tidak. Sebenarnya tahap evaluasi bisa
terjadi pada setiap empat tahap di atas. Evaluasi yang terjadi pada setiap
empat tahap diatas itu dinamakan evaluasi formatif, karena tujuannya untuk
kebutuhan revisi. Misal, pada tahap rancangan, mungkin kita memerlukan salah
satu bentuk evaluasi formatif misalnya review ahli untuk memberikan
input terhadap rancangan yang sedang dibuat. Pada tahap pengembangan, mungkin
perlu uji coba dari produk yang dikembangkan atau mungkin perlu evaluasi
kelompok kecil dan lain-lain.
4. Model
Desain Pembelajaran Hanafin and Peck
Model
Hannafin dan Peck ialah model desain pengajaran yang terdiri daripada tiga fase,
yaitu fase analisis kebutuhan, fase desain dan fase pengembangan atau
implementasi. Dalam model ini, penilaian dan pengulangan perlu dijalankan dalam
setiap fase. Model ini adalah model desain pembelajaran berorientasi produk.
Gambar di bawah ini menunjukkan tiga fase utama dalam model Hannafin dan Peck.
Fase
pertama dari model Hannafin dan Peck adalah analisis kebutuhan. Fase ini
diperlukan untuk mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dalam mengembangkan suatu
media pembelajaran termasuklah di dalamnya tujuan dan objektif media
pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan kemahiran yang diperlukan oleh
kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media pembelajaran. Setelah semua
keperluan diidentifikasi, Hannafin dan Peck menekankan untuk menjalankan
penilaian terhadap hasil itu sebelum meneruskan pembangunan ke fase desain.
Fasa
yang kedua dari model Hannafin dan Peck adalah fase desain. Di dalam fase ini
informasi dari fase analisis dipindahkan ke dalam bentuk dokumen yang akan
menjadi tujuan pembuatan media pembelajaran. Hannafin dan Peck (dalam Supriatna
& Mulyadi, 2009 : 14) menyatakan fase desain bertujuan untuk
mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang paling baik untuk mencapai
tujuan pembuatan media tersebut. Salah satu dokumen yang dihasilkan dalam fase
ini ialah dokumen story board yang mengikut urutan aktivitas pengajaran
berdasarkan keperluan pelajar dan objektif media pembelajaran seperti yang
diperoleh dalam fase analisis keperluan. Seperti halnya pada fase pertama,
penilaian perlu dijalankan dalam fase ini sebelum dilanjutkan ke fase
pengembangan dan implementasi.
Fase
ketiga dari model Hannafin dan Peck adalah fase pengembangan dan implementasi.
Hannafin dan Peck mengatakan aktivitas yang dilakukan pada fase ini ialah
penghasilan diagram alur, pengujian, serta penilaian formatif dan penilaian
sumatif. Dokumen story board akan dijadikan landasan bagi pembuatan
diagram alir yang dapat membantu proses pembuatan media pembelajaran. Untuk
menilai kelancaran media yang dihasilkan seperti kesinambungan link, penilaian
dan pengujian dilaksanakan pada fase ini. Hasil dari proses penilaian dan
pengujian ini akan digunakan dalam proses penyesuaian untuk mencapai kualitas
media yang dikehendaki. Model Hannafin dan Peck (dalam Supriatna & Mulyadi,
2009 : 14) menekankan proses penilaian dan pengulangan harus mengikutsertakan
proses-proses pengujian dan penilaian media pembelajaran yang melibatkan ketiga
fase secara berkesinambungan. Lebih lanjut Hannafin dan Peck (dalam Supriatna
& Mulyadi, 2009 : 14) menyebutkan dua jenis penilaian yaitu penilaian
formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif ialah penilaian yang
dilakukan sepanjang proses pengembangan media sedangkan penilaian sumatif
dilakukan setelah media telah selesai dikembangkan. Dengan berpedoman pada
sebuah desain pembelajaran yang telah tersusun, maka pembelajaran di kelas
dapat dilaksanakan dengan lebih terarah dan terencana.
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pembahasan di
atas terdapat berbagai model desain pembelajaran yang dikemukakan oleh para
ahli, di antaranya adalah model desain pembelajaran Dick and Carrey, model
desain pembelajaran Kemp, model desain pembelajaran ADDIE, dan model desain
pembelajaran Hannafin and Peck. Model desain pembelajaran tersebut memiliki
karakteristik dan langkah-langkah masing-masing yang dapat diterapkan oleh
pendidik dalam mendesain pembelajaran kimia di sekolah.
DAFTAR
PUSTAKA
Atwi Suparman,
1997. Desain Instruksional. Jakarta : PAU-PPAI Universitas
Terbuka
Dick, Walter,
Lou Carey., & James O. Carey. 2003. The Systematic Design Of
Instruction. Library of
Congress Cataloging-in-Publication Data. Addison –Welswey Educational Publisher
Inc.
Johnson, David
W., Roger T Johnson., & Edythe Johnson Holubec. 1994. Cooperative
Learning in the Classroom. Alexandria, VA: Association for Supervision
and Curriculum Development
I Nyoman Sudana
Degeng. 1997. Ilmu Pengajaran : Taksonomi Variabel. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, P2LPTK
Morrison, Gary
R., Steven M. Ross, & Jerrold E. Kemp. (2004). Design effective
instruction, (4th Ed.). New York: John Wiley & Sons
Reigeluth,
Charles M. 1999. Instructional Design : Theories and Model.
London: Lowrence Earlbown Associates Publishers.
Robert M. Gagne,
Marcy Parkins Driscoll. 1989. Essentials of learning for instructional.
Florida: State University.
Sri
Anitah, 2009. Media Pembelajaran.Surakarta : UNS Press
Supriatna,
D Mulyadi M. 2009. Konsep Dasar Desain Pembelajaran. Jakarta :
Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Suwarji Suwandi.
2011. Model-model Asesmen dalam Pembelajaran. Surakarta: Yuma
Pustaka
Syaiful
Sagala. 2005. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung : Alfabeta
Winkel, W.S.
1989. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta:
Gramedia
Wina
Sanjaya. 2009. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta
: Kencana
Komentar
Posting Komentar