Perjalanan

Kutapaki jalan tanah dengan lebar tak lebih dari 2 meter, sekelilingnya masih rimbun pohon-pohon alas.  Sesekali kawanan monyet, beruk, babi bahkan anjing tak segan hadir.
Pelan sengaja kubuat langkah kakiku, sekalipun berani, aku juga takut. Jika kupikirkan cerita orang tentang perilaku hewan2 liar, aku berlari kencang, sambil lihat kanan kiri, atas bawah. Kupikirkan jika babi nyeruduk ngejar tanpa belok, apakah aku harus memutar arah? Sesekali aku takut dari atas pepohonan kawanan monyet menubruk n mencakar aku. Atau jika aku tak hati2, bisa saja kaki ku di gigit oleh ular berbisa. Ah, aku hanya butuh lari. Jika hari mulai redup mulutku tak anyal komat- kamit berjalan d semak belukar, jika tidak kubacakan ayat kursi yg d ajarkan bapak, maka ku rapalkan mantra, "slaman,slumun,slamet anake kaki adam lagi lewat" seperti yg d ajarkan mbah ku. Atau keduanya, ya lebih aman pikirku.
Ehm, jarak sampai jalan besar mungkin 500 m,
Dengan nafas terengah-engah kakiku menapaki jalan yg lebih besar, kira2 lebarnya 4 meter. Aspal? Oh No, jalan kerikil berdebu dengan tekstur keras berwarna kuning, tanah asli riau.
Di sisi jalan belum ada rumah penduduk, kebun karet rapi. Selingan pohon kelapa sawit, rumput d tepi jalan tak lagi hijau, kuning,berdebu. Deru kendaraan yg tak ramah lingkungan serta angin yg masih kuat menerjang, khas sebuah desa. 100 meter kudapati rumah penduduk pribumi dengan corak khas melayu, walau setengah beton. Masih di jalan yg sama, aku berusaha bersahabat dengan jalam ini, sesekali kumainkan kakiku dengan batu batu kecil d jalan. Sembari menghilangkan bosan dan lelah. 100 meter, ah akhirnya jalan aspal wujud pembangunan. Yes,! Decakku dlam hati, aku bisa berjalan lebih cepat bahkan setengah berlari. Karna waktu tidak mau menunggu. 300 meter lagi. Bukan tanpa beban, tas yg kusandang lumayan berat. Mama n bapak acap kali marah karna aku bawa banyak buku. Tapi aku tak mau ketinggalan dari teman2 ku. Aku harus lebih banyak tau. Tak terasa 15 menit, hilir mudik mobil sudah terlihat, khas jalam lintas. Kuperiksa saku baju n rok ku, kali saja ada uang lebih aku bisa naik becak . Hm, aku kurang beruntung, penghasilan bapak sedang menurun, hanya cukup untuk makan siang,  segera aku berlari. 200 meter lagi. Dalam bayanganku, terlintas gerbang sekolah.  Aku tdak boleh terlambat, sedetikpun, bahkan aku tidak boleh jadi orang terakhir yg hadir.
Jam d tanganku selalu kuperhatikan.
Dari jauh kupandangi gerbang kuning itu, ah belum tertutup. Alhamdulillah.
07.00 WIB... aku selamt.
Di tengah lapangan upacara, alas sepatuku terasa berbeda, berhenti sejenak, wah, ada lubang yg cukup besar. Aku tertawa kecil, dengan hati2 aku berjalan. Jangan sampai lubang itu semakin besar. Bapak tidak punya uang.
Bangku kelas..
Kubuka sepatuku menjelang jam masuk, supaya aku bisa berjalan dengan nyaman. N sepatuku tak rusak terlalu parah.
Kutarik nafas dalam dalam, mencari keindahan dan kebahagiaan pagi ini,
"Nah, itu dia mereka datang, sahabatku"
Aku tidak lelah lagi, sekalipun harus berlari lagi, aku sanggup dengan bahagia. Ya, karna mereka menerimaku, aku harus membuat mereka bahagia.

Hm, masa itu memyenangkan, aku lupa jika pernah mengeluh, rasanya tidak pernah. Sehari, dua hari, 1minggu, 1 bulan? Tidak ! 4 tahun pagi ku bersama perjalanan yg indah.
Ingin tahu rasanya? Aku bahagia, kecuali dalam bagian ketika aku berpikir, apakah aku akan terus berjalan jika yg lain sudah lebih maju?
#to be continue...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Depend on yourself!

Surat untuk saudaraku 2012

Model Desain Pembelajaran